Hasil Audiensi FMCM di DPRD Buahkan HPL di Sepanjang Pantai Batuhiu Pangandaran Tidak Mungkin Diterbitkan

    Hasil Audiensi FMCM di DPRD Buahkan HPL di Sepanjang Pantai Batuhiu Pangandaran Tidak Mungkin Diterbitkan

    PANGANDARAN JAWA BARAT - Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di wilayah Kabupaten Pangandaran yang saat ini sedang diajukan di pemerintahan pusat, khususnya di sepanjang pesisir pantai Batuhiu, dipastikan tidak akan diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). 
    Hal itu lantaran telah terjadi riak di kalangan masyarakat sipil melakukan aksi unjuk rasa (Unras) dan audiensi di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pangandaran, dalam rangka menolak keras terbitnya HPL. 

    “Badan Pertanahan Nasional (BPN) tadi menyatakan, kan yang melahirkan HPL ini BPN, syaratnya adalah clear and clean. Maka tidak boleh ada riak dan sebagainya. Kalau ada riak, BPN tadi bertanggung jawab tidak akan melahirkan HPL " ungkap Ketua DPRD Pangandaran Asep Noordin",  mengutip statement tegas dari pihak BPN, ketika dikonfirmasi awak media, usai audiensi dengan Forum Masyarakat Ciliang Menggugat (FMCM), Senin  (26/08/2024). 

    Disinggung soal permohonan HPL di sepanjang pantai wilayah Cikembulan yang saat ini sudah dan atau sedang dibangun, Asep mengku, bahwa dirinya juga merasa heran dengan pembangunan pagarnya yang demikian. “Jadi memang, saya secara pribadi agak heran, kenapa pagarnya begitu. Maka kebijakan-kebijakannya harus inklusif, harus melibatkan seluruh stake holder, sehingga faktor ketidakjelasannya semakin kecil, rakyat tidak bertanya-tanya "ucapnya". 

    Asep menyarankan, daripada rakyat bergerak mempertanyakan, lebih baik kita yang memberitahu, sosialisasi dengan baik sampai ke akar rumput, sehingga seluruh stake holder paham. “Ini untuk mempercepat pembangunan kita juga, karena kalau rakyat dengan pemerintahnya, dengan eksekutifnya, dengan seluruh elemen pemerintahnya sudah satu frekuensi, jadi akan lebih mudah kita untuk maju lebih cepat. 

    Disisi lain, masih ada hak-hak lain yang harus kita awasi bersama. Jangan sampai area publik menjadi area pribadi dan sebagainya. Pantai ini punya publik, maka konsepnya harus memberikan ruang untuk publik, akses untuk publik, jangan sampai orang mau masuk pantai harus bayar lagi dan orang merasa sulit untuk mengakses pantai. Pantai ini punya publik "katanya".

    Menurut Asep, diketahui sebelumnya, sejumlah masyarakat yang tergabung di Forum Masyarakat Ciliang Menggugat (FMCM) dengan melakukan aksi unjuk rasa dan audiensi di gedung DPRD Pangandaran guna menolak adanya HPL. Melalui release yang disampaikan FMCM kepada Indonesiasatu.co.id, yaitu poin-poinnya sebagai berikut :
    Kami berpandangan, bahwa hak pengelolaan tersebut akan membuka kran investasi bagi investor-investor yang akan menguasai lahan. Penhuasaan lahan tersebut tidak menjamin atas keberlangsungan kebutuhan hidup masyarakat sekitar di tanah tersebut, padahal sebagaimana diatur pada pasal 17 Peraturan Bupati Pangandaran No. 80 Tahun 2022, tentang pengelolaan sempadan pantai dan sempadan sungai, yang berbunyi :

    1. Dalam pemanfaatan ruang sempadan pantai dan sempadan sungai, Pemerintah 
    Daerah dapat melakukan kerja sama;
    2. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam upaya optimalisasi potensi daerah;
    3. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Ketika lahan tersebut di HPL kan oleh pemerintahan daerah Kabupaten Pangandaran, maka dengan mudah investor/pihak ke tiga dapat menguasai lahan tersebut melalui Hak Guna Bangunan dan/atau Hak Guna Usaha dengan batas waktu minimal 10 tahun, maksimal 30 tahun. 

    Kekhawatiran kami, bahwa hal ini akan merusak kehidupan sosial dan ekonomi pada masyarakat terdampak. Karena tidak ada jaminan tidak akan terusir yang diberikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pangandaran atas hak pengelolaan lahan (HPL) dilakukan. 

    Hal ini jelas-jelas telah mencederai fungsi sosial hak atas tanah yang ditetapkan secara tegas dalam ketentuan hukum tanah nasional pada pasal 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1960, tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria "katanya".

    Tambah Asep, tapi  alhamdullilah seusai audiensi di gedung DPRD Pangandaran yang dihadiri oleh pihak BPN dan stake holder terkait, akhirnya membuahkan hasil berupa "Nota Kesepahaman antara FMCM dengan Ketua DPRD yang ditandatangani di atas materai yang salah satu isinya adalah Menolak HPL", tandasnya". (Anton AS)

    pangandaran jawa barat
    Anton Atong Sugandhi

    Anton Atong Sugandhi

    Artikel Sebelumnya

    Pasangan Ujang Endin Indrawan-Dadang Solihat...

    Artikel Berikutnya

    KPU Buka Layanan Helpdesk Calon Bupati dan...

    Berita terkait